Rabu, 24 November 2010

Saman Keliling Eropa

Sumber Foto: http://farm4.static.flickr.com35773678064368_ecaa8f6cae_o.jpg













Kata siapa anak muda sekarang tidak cinta dengan budaya Indonesia? Kita boleh bangga dengan seni tari asli Indonesia yang satu ini, tari saman telah dipentaskan oleh muda-mudi Indonesia sampai ke benua Eropa. Tari Saman konon dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dari Gayo, Aceh Tenggara. Dahulu saman biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat Aceh, bahkan sampai sekarang. Dalam acara-acara besar atau penting orang Aceh, seni tari ini sering ditampilkan. Mungkin salah satu alasannya, selain budaya turun temurun adalah karena tarian yang sangat bersemangat ini biasanya akan langsung mencuri perhatian saat ditampilkan. Jadi, bisa dibilang saman dapat menghibur orang Aceh ataupun yang bukan orang Aceh. Semangat kekompakan dalam tarian ini akan menarik antusias penonton saat menyaksikan.

Dipimpin oleh seorang syekh yang bertugas mengatur gerakan dan juga menyanyikan lagu pengiring, tarian ini bisa dibilang sangat unik. Sebab, tidak menggunakan alat musik sebagai pengiring. Hanya bermodalkan suara dari para penari serta syekh, dan tepuk tangan yang dikombinasikan dengan tepukan ke dada dan paha penari sembari menghempaskan badan ke berbagai arah. Modal untuk melakukan tari ini adalah kekompakan, semangat dan konsentrasi yang tinggi dari para penarinya.

Foto: Penampilan Saman UPH

Saman pada mulanya ditampilkan oleh beberapa lelaki muda asalkan berjumlah ganjil, bisa belasan bahkan sampai puluhan. Namun seiring perkembangan zaman, saman kini ditampilkan juga oleh kaum hawa. Mungkin sebagian dari Anda pernah melihat tarian saman. Sebab, sudah banyak sekolah, universitas dan sanggar tari yang mengembangkan dan ikut memelihara tari saman. Salah satunya adalah Universtias Pelita Harapan (UPH), Tanggerang, Banten. Perguruan tinggi swasta inilah salah satunya yang telah berhasil membawa saman sampai ke benua Eropa.

Tari saman di UPH dibentuk sejak tahun 2006 dengan anggota dari berbagai fakultas di UPH. Saat ini tari saman memiliki sekitar 30 anggota yang tediri dari laki-laki dan perempuan. Walau tergolong baru sudah banyak prestasi yang diraih, mereka banyak melakukan perform di luar negeri. Salah satunya di Zywiec International Folklore festival , Polandia, pada Agustus 2009.

“Tanggapan dari masyarakat di sana sangat antusias, mungkin karena gerakan ini terlihat sangat ‘aneh’ bagi mereka”, ujar Suci, salah satu anggota tari saman UPH yang masih aktif hingga kini. Dengan menerima sambutan seperti itu, mereka (baca: kelompok tari saman UPH) semakin aktif untuk mencoba tampil di berbagai negara. Prestasi ini cukup membanggakan. Disaat kaum muda Indonesia sibuk mengadaptasi modern dance dari barat. Mereka malah mempelajari tari saman dan dengan itu otomatis ikut melestarikan salah satu budaya Indonesia

Seharusnya masyarakat kita bangga dengan seni dan budayanya sendiri, bukan malah bangga mengadaptasi seni dan budaya dari barat. Dapat kita lihat contoh di atas, dengan tari tradisional, tim tari saman UPH bisa melakukan tur sampai Eropa. Marilah kita lebih mencintai seni dan budaya kita sendiri. Tari saman hanyalah salah satunya dari sekian banyak seni tari tradisional Indonesia. Masih banyak seni tari lain yang tak kalah menarik dan menunggu untuk di tampilkan dengan bangga oleh anak Indonesia. (Muhammad Khadafi)

Seni Payung Geulis yang Memudar


Payung geulis, payung khas Tasikmalaya, Jawa Barat, pada masa penjajahan Belanda, sekitar tahun 1926, dipakai oleh none–none Belanda. Banyaknya permintaan pada masa itu, membuat masyarakat Tasikmalaya diminta untuk membuat payung geulis.
Meski tak lagi sehebat masa jayanya di tahun 70 hingga 80-an, kerajinan khas Tasikmalaya, payung siem, ternyata belum benar-benar tenggelam. Ribuan payung yang kemudian beken dengan sebutan payung geulis ini ternyata masih dicari pembeli di mancanegara. Sekalipun di Tasikmalaya sendiri produknya sudah sulit dicari.
payung geulis
Sebelum tahun 70-an, payung yang saat itu masih disebut payung siem memang benar-benar berfungsi sebagai payung untuk menangkal panas matahari dan air hujan. Namun payung buatan Cina yang terbuat dari kain parasit dan rangka besi,ini pelan-pelan mulai tersisih. Sebab, selain harganya lebih mahal, payung ini pun terhitung mudah rusak sekalipun sangat indah.
Pelaku usaha payung siem legendaris, almarhum H Syirod di Jalan Panyingkiran, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya, saat itu memutar otak untuk mempertahankan eksitensi payung tradisional itu. Ia mulai memodifikasi tudung payung yang semula dicat polos, diganti dengan aneka lukisan tangan. Fungsi payung pun akhirnya beralih menjadi barang kerajinan.
Payung buatan H Syirod ini disebut payung geulis karena bagian atas tudungnya dihiasi beraneka lukisan indah, mulai dari lukisan bunga hingga alam. Bahan bakunya pun berasal dari bambu dan kayu albasi untuk rangka. Sedang tudungnya terbuat dari kertas atau kain putih yang oleh warga setempat dekenal dengan sebutan kain boeh.
Salah satu tempat pembuatan payung geulis berada di Desa Panyingkiran, Indihiang, Tasikmalaya, Jawa Barat. Payung geulis, yang terbuat dari bahan kertas dan kain ini, mengalami masa kejayaan, pada era 1955 sampai 1968. Namun masa kejayaan itu berangsur – angsur surut setelah pemerintah pada tahun 1968, menganut politik ekonomi terbuka. Sehingga payung buatan pabrikan dari luar negeri masuk ke Indonesia. Hal ini berdampak pada hancurnya usaha kerajinan payung geulis di Tasikmalaya.
Usaha kerajinan ini mulai bersinar kembali sejak tahun 1980-an. Para perajin mulai membuka kembali usaha pembuatan payung, walau dalam jumlah kecil. Harga payung ini di pasaran lokal sangat murah. Untuk satu payung berdiameter 42 hanya dihargai 20 ribu rupiah.
Agar kerajinan ini dapat terus bertahan, Pemerintah Kotamadya Tasikmalaya, Jawa Barat, harus turun tangan memberikan bantuan dalam hal pemasaran dan modal kerja. (Aditya Amran)

Unit Pecinta Budaya Minangkabau Melakukan Pendokumentasian dan perekaman untuk Pertukaran Budaya




Selasa, (23/11) Unit Pecinta Budaya Minangkabau Universitas Padjadjaran melakukan rekaman gambar di gedung Gor Pakuan Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Unit kegiatan mahasiswa ini melakukan rekaman dalam rangka pendokumentasian tarian khas Budaya Minangkabau. Tarian-tarian yang ditampilkan antara lain, Tari Pesembahan, Tari Piring, dan Randai yang merupakan perpaduan antara silat dan drama. Silat Randai yang dilakukan oleh enam orang ini merupakan yang pertama kali ditampilkan dan direkam, setelah itu, baru kemudian tari pesembahan yang dilakukan untuk melakukan penghormatan atau penyambutan orang-orang yang penting.

Pendokumentasian ini ditujukan untuk memudahkan bagi orang-orang yang ingin belajar tarian-tarian Minang dan Silat Randai sehingga lebih cepat dalam memahami setiap gerakan dan maksud dari tarian dan silat dari Budaya Minang. Arif, Ketua Angkatan 2009 UPBM mengatakan, selain akan didokumentasikan, rekaman gambar ini juga akan di upload ke dunia maya dan akan ditampilkan dalam acara di Malaysia.

Selain untuk pendokumentasian, rekaman ini juga rencananya akan ditampilkan dalam acara International Cultural Youth Exchange (ICYH). Acara ICYH ini akan di adakan di Malaka, Malaysia pada bulan Desember mendatang. Salah satu anggota UPBM ikut iundang dalam acara ini, rencananya ia yang akan memperkenalkan Budaya Minang di Malaysia. Pengambilan gambar ini dilakukan sepanjang malam di Gor Pakuan, sempat ada beberapa kesalahan kecil saat penampilan, namun para penari atau penampil mampu mengendalikan diri sehingga tidak melakukan kesalahan-kesalahan pada pengambilan gambar selanjutnya. (Hafiz Sezario Indra).

Nara Sumber :
Nama : Arif Mulizar
TTL : Bukittinggi, 23 Mei 1991
Jabatan : Ketua Angkatan 2009 UPBM

Seni Berbahasa Membentuk Budaya Bangsa

Globalisasi saat ini sangat mempengaruhi kehidupan berbudaya suatu bangsa. Termasuk budaya berbahasa warganya. Orang Indonesia akan lebih bangga ketika dalam pergaulan mereka menggunakan bahasa asing terutama bahasa Inggris. Bahkan, saat ini banyak sekolah yang berlomba – lomba menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dan memberi label dirinya sebagai Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Itu hanya sebagian dari fenomena yang menunjukkan betapa bahasa Indonesia sudah tidak lagi menempati posisi utama dalam kehidupan berbangsa. Bahasa Indonesia hanya dijadikan bahasa pemanis dalam kehidupan sehari – hari. Menurut Yus Rusyana, ahli bahasa Indonesia, bahasa sangat menentukan identitas bangsa. Bahasa sangat mempengaruhi kebudayaan yang dianut oleh negara itu. Jika bahasa itu berubah maka identitas dan kebudayaan negara tersebut akan lenyap pula. Walaupun begitu, ia menilai internasionalisasi saat ini bukanlah hal yang baru. Ini adalah hal yang lama, tetapi telah memiliki pergeseran makna di dalam warga negara Indonesia.
Masuknya hal – hal asing juga dianggap sebagian seorang seolah – olah dewa yang menyelamatkan dari kegelapan, dewa pemberi kenikmatan dari kesengsaraan. Globalisasi terlihat seperti telah menyihir sebagian masyarakat dengan mantranya agar masyarakat mau menerimanya begitu saja tanpa ada penyaringan dan pendirian dalam dirinya. Hal ini pulahlah yang dijelaskan oleh Yus Rusyana, ia mengganggap internasionalisasi yang terjadi saat ini lebih dimotori karena masyarakat Indonesia menganggap apa yang datang dari luar selalu lebih canggih dan modern. Telah terjadi proses pengibulan di dalamnya dengan menyatakan bahwa ini adalah kebudayaan global. Kebudayaan yang sesungguhnya tidak ada dalam dunia nyata, tetapi hidup dalam dalam angan – angan setiap masyarakat Indonesia.
Walaupun begitu, bukan tidak ada jalan untuk mengatasi hal ini. Hal yang semakin lama akan menghancurkan kebudayaan bangsa. Yus mengatakan, hal termudah yang dapat dilakukan masyarakat saat ini ialah mengutamakan pengajaran dengan bahasa Indonesia dan berbanggalah dengan bahasa Indonesia dalam pergaulan sehari – hari. (Yulanda Niagara)

Selasa, 23 November 2010

Menjadikan Angklung Sebagai Warisan

Beberapa minggu yang lalu, angin segar menghinggapi Indonesia. United Nations Educations, Scientific, and Cultural Organisation (UNESCO), menetapkan angklung sebagai salah satu Warisan Budaya tak Benda Manusia Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity) di Nairobi, Kenya. Hal ini disambut baik Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, serta masyarakat Indonesia pada umunya.
Angklung menambah daftar warisan budaya tak benda Indonesia lainnya setelah batik, keris dan wayang orang. UNESCO menilai angklung telah memenuhi semua kriteria diantaranya mengandung nilai dasar kerjasama, saling menhormati dan mengandung unsure keharmonisan social
Apa itu angklung ?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), angklung adalah alat music tradisional yang terbuat dari tabung bambu. Angklung dimainkan dengan cara digoyangkan yang menhasilkan seperti suara pukulan dari bambu, hal ini akan jelas terdengar apabila dimainkan oleh satu orang. Pada zaman dahulu, angklung digunakan sebagai pelengkap ritual keagamaan. Ini terlihat dari adanya angklung buhun di masyarakat baduy dalam. Angklun biasanya dimainkan oleh 10-12 orang, bisa juga lebih, ini untuk menambah harmonisasi agar terkesan lebih halus dan lembut.

Kesuksesan Saung Angklung Udjo
Terletak di daerah Padasuka, Bandung, Saung Angklung Udjo (SAU) menjadi motor penggerak pelestarian alat music tradisional ini. Dahulu, saung ini hanya ruangan dengan luas 3x3 meter. Namun kini, dengan satu ruang pertunjukan yang bisa menampung seribuan orang, membuat SAU menjadi tempat pertunjukan Angklung terbesar di Indonesia. Dengan dua kali pertunjukan setiap hari dan menampilkan anak-anak di sekitar Padasuka sebagai senimannya. Ini sangat penting, mengingat nilai-nilai budaya pada anak generasi sekarang telah tergerus dan terlalu dimanjakan oleh televisi. Pengunjungnya bukan hanya orang sekitar Bandung, tapi ketenarannya telah mencapai ke berbagai Negara yang ingin lebih kenal dengan budaya Indonesia, angklung khususnya.
Konfrontasi dengan Malaysia
Ditetapkannya angklung sebagai warisan budaya tak benda, membuat geram Malaysia. Hal tersebut karena Malaysia pun memiliki angklung dengan nama angklung Malaysia. Hal ini sama seperti batik yang  juga pernah diprotes Malaysia. Kelemahan Indonesia sendiri adalah masalah pelestarian. Tidak heran, Mand Udjo (Alm.) pernah berkata, “Mungkin bangsa yang dihargai (dunia) adalah yang memelihara budaya, bukan yang menciptakannya". Oleh karena itu, sudah saatnya kita bergerak bukan hanya memperkenalkan angklung kepada dunia, tapi kita harus turut melestarikan budaya negeri kita ini. Hidup angklung, hidup Indonesia. (Frasetya Vady Aditya)

Sumber:

Seni Meramal Lewat Daun Teh

     Banyak ragam seni membaca kehidupan, baik yang berasal dari dunia barat maupun dunia timur. Namun, seni membaca kehidupan dan dan manusia yang selaras dengan alam telah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu, dikembangkan oleh bangsa Tionghoa. Seni ini terbukti berhasil menerjemahkan kepribadian berdasarkan tanggal lahir dan shio, peruntungan karier dan rezeki, percintaan dan jodoh, serta pertanda yang ada di tubuh dan sekitar kita. Salah satu dari banyak seni tersebut adalah seni meramal dengan media daun teh.


     Tradisi meramal dengan daun teh biasa dikenal dengan sebutan Tasseography. Teknik meramal ini berawal dari daerah Tiongkok Selatan, khususnya dari daerah koloni Inggris. Ketika itu, pemerintah Inggrislah yang mendorong penanaman daun teh dan kopi di Tiongkok. Ramalan daun teh lantas dibawa oleh pendatang Eropa ke negara mereka. Pengetahuan ini kemudian diadaptasi oleh orang-orang gipsy di Eropa yang terkenal dengan ilmu nujum dan ramalnya.

     Meramal dengan daun teh dianggap cukup obyektif, karena melibatkan unsur positif dan negatif yang dipercaya sebagai dua aliran yang berpean penting untuk mencapai keseimbangan. Unsur positifnya berasal dari cangkir putih yang digunakan, sementara daun teh kering dianggap sebagai unsur negatif.


      Cara dan bahan yang diperlukan untuk meramal tidak sulit. Yang harus dipersiapkan cukup daun teh berserbuk kasar (jangan gunakan teh celup atau teh yang berserbuk halus), serta gelas atau cangkir yang bagian dalamnya putih polos. Kemudian seduh sesendok daun teh dalam cangkir dengan air mendidih. Tidak usah tambahkan gula, karena teh ini bukan untuk diminum. Biarkan orang yang mau diramal mengaduk teh sambil berkonsentrasi. Pikirkan hal-hal yang akan ditanyakn selagi mengaduk.

     Tunggu hingga tehnya tidak terlalu panas lagi, lalu tehnya diminum oleh orang yang mau diramal. Sisakan sedikit air sehingga terdapat endapan ampas daun teh di dasar gelas. Endapan yang berbentuk di dasar cangkir itulah yang dijadikan bahan dasar meramal. Kalau kamu pandai membacanya, maka endapan ampas teh itu bisa membentuk angka, simbol, atau huruf. Selamat mencoba!


      Contoh macam-macam arti endapan daun teh:

1. Berbentuk angka : berhubungan dengan jumlah yang ditanyakan
2. Endapan teh menggumpal utuh : Kekhawatiranmu tidak terbukti
3. Endapan teh menyebar : Sesuatu yang dikhawatirkan akan terjadi
4. Berbentuk segitiga : Kebaikan akan datang berkat kebaikanmu di masa lalu
5. Berbentuk lingkaran : Kamu akan sukses dalam bidang yang kamu pikirkan
6. Berbentuk meriam : Ada kejutan yang sedang menanti 
7. Berbentuk harpa : Kebahagiaan dalam cinta dan kekayaan
8. Berbentuk pisau : Perselisihan menanti
9. Berbentuk gunung : Masalah kecil menanti
10.Berbentuk terompet : Waspadailah gosip yang merugikan

(Nadhira Rizki)




Menjemput Wayang dari Kepunahan

http://syaifudin.student.umm.ac.id/files/2010/08/wayang.jpg
Kesenian tradisional ini merupakan warisan budaya Indonesia yang diketahui berbagai kalangan, kesenian wayang. Lebih dari ribuan tahun yang lalu kesenian wayang sudah lahir ke dunia. Kesenian wayang pada masa-masa kejayaannya, pada abad 19, terkenal dengan kemampuannya beradaptasi dengan segala perkembangan yang terjadi. Namun, siapa yang menyangka separuh dari 40 jenis wayang di Pulau Jawa sudah punah. Kini masyarakat Indonesia terkesan melupakan keberadaan wayang. Banyak anak muda yang tidak paham tentang wayang itu sendiri. Hal ini cukup mengenaskan mengingat wayang Indonesia ditetapkan UNESCO sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada 7 November 2003. Padahal dalam kesenian wayang terkandung filosofi yang tinggi. Saling menghargai, jujur, adil, tanggung jawab, dan loyal kepada negara, adalah nilai universal yang dimiliki oleh kesenian wayang.

“Karena kita tidak menghargai, bahkan banyak anak muda yang tidak mengerti wayang itu apa.” Ucap Dr. Kanti Walujo, M.Sc., Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Telematika dan Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Departemen Komunikasi dan Informatika,  saat ditanya mengenai penyebab punahnya beberapa jenis wayang.

Pendapat tersebut memang dapat dibuktikan dengan mudah. Sebagai mahasiswa, apakah kalian sudah merasa mengerti mengenai dunia pewayangan? Coba tengok sekitar, sedikit sekali mahasiswa yang tidak memiliki kepedulian terhadap wayang. Padahal, generasi muda merupakan satu-satunya yang bisa membantu pergerakan wayang di Indonesia, yaitu dengan regenerasi. 

Belakangan ini, pihak pemerintah daerah Palembang mendapatkan bantuan dari UNESCO atas kerjasama dengan Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia. Dengan adanya bantuan tersebut, anak-anak muda lah yang diajari mendalang. Dengan demikian generasi muda bisa mengenal budaya negerinya sendiri. Bahasa yang digunakan dalam pertunjukan wayang kan bahasa daerah, hal ini menambah pengetahuan budaya mereka. Namun, hal ini tidak dapat ditemui di daerah-daerah lain. Seharusnya regenerasi seperti itu dapat menjadi contoh bagi pemerintah daerah di berbagai pelosok di Indonesia.

" Saya mengenal wayang itu di Amerika, sekitar tahun 1982. Saat itu saya menonton Sendratari Ramayana, yang memainkannya orang Jepang dan Amerika. Namun, guru mereka adalah orang Jawa. Saya merasa kecelek saat itu. Dari situ saya belajar, apa sih wayang itu. Sampai-sampai saya menulis disertasi tentang wayang."  Ujar Kanti Walujo, peneliti yang mengambil minat di bidang komunikasi tradisional.

Cuplikan cerita dari Kanti Walujo yang merupakan lulusan Ohio University USA ini cukup menohok. Bangsa lain saja menghargai kesenian dari negara Indonesia. Kita tidak bisa menyalahkan pemerintah, kebanyakan masyarakat Indonesia yang tidak peduli dan tidak menghargai. 

Adanya ekstrakurikuler atau unit kegiatan mahasiswa mengenai kesenian tradisional cukup membantu untuk mengembangkan pengetahuan tentang kesenian. Jika wayang diterapkan dalam unit kegiatan mahasiswa, bisa saja antusiasme mahasiswa ditanam dan tumbuh serta merta. Namun, kendala yang dihadapi adalah keterbatasan biaya serta orang-orang yang ahli dalam dunia pewayangan sudah semakin sedikit.

Sebagai mahasiswa, generasi muda yang masih memiliki rona kehidupan yang segar, kita bisa memahami sedikit tentang wayang melalui internet. Bahkan sebagian besar remaja yang menggemari pertunjukan wayang di Jogjakarta, mengenal asal-usul dan seluk beluk pewayangan dari internet. Dari iseng-iseng menjadi jatuh hati. (Lana Syahbani)

sumber: wawancara dengan Dr. Kanti Walujo, M.Sc., Jumat, 12 November 2010

Pidi Baiq

Seniman pada umumnya dianggap sebagai orang yang ‘aneh’ bagi orang awam. Sosok orang yang jarang mandi, tidak rapi, seenaknya sendiri, dan memiliki dunianya sendiri. Sesungguhnya seniman itu memiliki pemikiran yang sama dengan orang lainnya. Hanya saja penyampaiannya memang berbeda dan khas, sesuai dengan apa yang dia inginkan.

Pidi Baiq adalah salah satu seniman yang ‘nyeleneh’. Lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain jurusan Desain Produk ini memiliki penyampaian yang berbeda dengan yang lain. Penyampaian melalui komik dan novel yang ia buat mampu menggelitik perut. Bagaimana kehidupan sehari-hari masyarakata ia gambarkan melalui komik. Penggambaran komik itu sendiri lebih terkesan ‘frontal’ yakni dengan kental menunjukkan perilaku masyarakat. Tampak sekali bahwa memang tak ada yang perlu ditutupi dalam menggambarkan kehidupan masyarakat. Begitu juga dengan novel buatannya Drunken Mama, Drunken Monster, dan Drunken Marmut. Karyanya yang dibaca oleh kalangan remaja ini terbukti membuat mereka tertawa.bahkan membuat orang-orang geleng-geleng kepala dengan membaca karyanya ini.Pidi Baiq tak hanya menggambar komik dan menulis  novel. Proyek lainnya adalah The Panas Dalam, band asal Bandung yang dikenal sebagai band main-main. Pengemasan band The Panas Dalam ini memang terkesan suka-suka dalam liriknya. Mereka sendiri menyebut dirinya sebagai "kaum musik kurang ajar" karena liriknya yang bebas . Seperti tertulis di sampul depannya, 'Untuk Anak-Anak Nakal Seluruh Indonesia'.Terbukti bahwa seorang seniman itu tak berarti aneh dan berada dalam dunianya sendiri. Pengemasan pikiran yang unik dan berbeda justru lebih mudah membuka mata orang dibandingkan pengemasan yang biasa saja dan terkesan formal. (Indira Listiarini)

Seni Batik, Sempat Terlupakan dan Kini Mulai Bangkit Kembali

Indonesia merupakan salah satu negara yang mudah menyerap budaya dari negara lain, terutama Amerika Serikat. Banyak sekali seni dan budaya di Indonesia yang "dicampakkan" oleh masyarakatnya sendiri gara-gara mengira bahwa seni dan budaya itu sudah jadul, dan akhirnya beralih ke seni dan budaya yang diserap dari negara lain. Salah satu korban dari hal ini adalah BATIK.
Batik adalah salah satu seni yang dulu sangat dibangga-banggakan oleh masyarakat Indonesia. Motifnya yang khas dan beragam sesuai daerah pembuatnya (Solo, Pekalongan, Cirebon, Garut, Tasikmalaya, Yogyakarta) cara pembuatannya yang menarik, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Batik adalah sesuatu yang menarik sehingga orang-orang pun tidak canggung dan malah bangga bila bisa memakai Batik dan memperkenalkan Batik sebagai salah satu kesenian di Indonesia kepada negara lain. Namun apa kabar Batik sekarang?
Sekitar tiga sampai empat tahun lalu, Batik dianggap sudah terlalu jadul. Orang-orang menganggap bahwa Batik adalah busana atau sesuatu yang pantesnya dipakai oleh orang tua. Anak muda tidak mau menggunakan Batik sebagai atribut dalam berbusananya dan lebih memilih menggunakan busana yang merupakan seni dan budaya dari negara lain. Saya sendiri tidak mengerti mengapa anak-anak muda itu tidak mau bila disuruh menggunakan busana Batik, padahal di sekolah-sekolah di Indonesia sudah ada hari dimana murid-muridnya harus menggunakan pakaian Batik. Namun hal tersebut tetap tidak berpengaruh pada busana mereka saat menggunakan busana bebas untuk bermain bersama teman-temannya.
Saya pernah bertanya pada seorang teman perempuan,"kamu dulu suka ga sih pake Batik?", dan teman saya menjawab bahwa dia geuleuh (sunda : jijik) harus menggunakan busana Batik pada saat itu. Menurutnya, Batik pada 3-4 tahun yang lalu terlihat monoton, baik dari modelnya yang terlalu formal maupun corak dan warnanya yang selalu sama, yaitu selalu warna coklat. Jawaban seperti itu bisa saya maklumi, apa lagi itu jawaban dari seorang perempuan yang sangat peka terhadap busana, tapi apakah harus segitunya terhadap salah satu warisan seni budaya Indonesia itu ?
Namun sudahlah. satu tahun belakangan Batik sudah mulai menunjukkan "taring"nya kembali. Entah bagaimana caranya, tapi tiba-tiba Batik menjadi digemari oleh anak-anak muda, dan orang tua tentunya, sebagai busana yang wajib dipakai. Seni Batik yang asalnya kurang disukai karena terlalu monoton, perlahan mulai merubah tampilannya menjadi lebih berwarna dan lebih elegan. Warnanya tidak lagi "hanya" coklat, melainkan merah, biru, dan warna cerah lainnya, coraknya pun menjadi lebih bervariasi, dan juga yang lebih penting adalah model busananya menjadi sangat menarik dan dapat membuat orang-orang tertarik untuk menggunakan busana dengan bahan batik.


Yaa, Batik yang asalnya menjadi andalan Indonesia, perlahan mulai dilupakan, namun akhirnya sekarang mulai bangkit kembali sebagai komoditi penting bagi dunia seni dan budaya Indonesia. Dan semoga Seni Batik di Indonesia bisa terus berkembang dan akhirnya menjadi sesuatu yang bisa dibanggakan di luar negeri. (A.  Bintang Pratama)

Sumber :

Sumber Foto :
kppo.bappenas.go.id
rembang-leh.com
archive.kaskus.us

Nara Sumber (teman yang ditanya tentang Batik dikalangan anak muda) :
Nama   : Regita Afina Faradilla
TTL      : Bandung, 8 November 1993
Email    : regitaaaa@yahoo.com

Sumber Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Batik
http://cantingbatik.wordpress.com/2008/04/17/sejarah-dan-perkembangan-seni-batik-indonesia/